Di alam terjadi proses hubungan timbal balik, saling
ketergantungan antar komponen. Apa yang dibuang akan menjadi bahan baku
bagi yang lain, sehingga tidak ada komponen yang hilang dengan percuma.
Selain itu, di alam tidak ada yang gratis, oleh sebab itu semua dinamika
komponen pendukungnya berpengaruh pada lingkungan, termasuk hasil
perbuatan manusia. Oleh sebab itu jika kita ingin memperoleh lingkungan
yang berkualitas baik, maka kita juga harus memperlakukan lingkungan
dengan baik. Salah satu cara adalah dengan dengan peduli terhadap
keberadaan pohon. Kepada masyarakat perlu disosialisasikan manfaat
keberadaan pohon bagi kelangsungan hidup manusia, antara lain:
Menahan
laju air sehingga akan lebih banyak air yang terserap ke dalam tanah.
Menurut penelitian, tegakan hutan yang berdaun jarum mampu membuat 60%
air hujan terserap tanah, bahkan tegakan hutan yang berdaun lebar mampu
membuat 80% air hujan terserap tanah. Dengan kemampuan ini akan
meningkatkan cadangan air tanah. Saat ini, kawasan Punclut yang
merupakan kawasan resapan air bagi warga Bandung dan sekitarnya hanya
mampu meresapkan air 5 liter/dt. Jumlah ini terus mengecil seiring
dengan meluasnya permukaan tanah yang tertutup. Perlu diketahui, air
tanah yang sekarang ini kita nikmati sesungguhnya merupakan hasil
resapan air hujan sekira 6.000 tahun lalu ketika areal serapan air masih
sangat luas. Selain itu, akar pohon akan menahan tanah yang terkikis
agar tidak masuk ke aliran sungai/saluran air yang akan menimbulkan
endapan. Kemampuan inilah yang dapat mencegah terjadinya kekurangan air
di musim kemarau dan banjir di musim hujan.
Menjaga
kesuburan tanah. Saat hujan, butir-butir air hujan tidak langsung
menimpa permukaan tanah. Setelah ditahan oleh tajuk pohon selanjutnya
ditahan oleh serasah yang berupa daun dan ranting kering. Dengan
demikian tidak mengelupaskan dan memercikkan butir-butir lapisan tanah
bagian atas, yang umumnya subur/tanah humus.
Memasok
kebutuhan oksigen (O2). Melalui proses fotosintesis, tajuk pohon
mengurangi kadar CO2 (hasil aktivitas manusia, pabrik, kendaraan
bermotor) di udara dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan manusia.
Menurut Mudjono (1977), setiap 1 hektare lahan hijau dapat mengubah 3,7
ton CO2 menjadi 2 ton O2. Proses ini sangat penting sebab gas CO2 sangat
beracun dan bila dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek
rumah kaca.
Menyaring kotoran (debu jalanan, abu pabrik/rumah tangga). Dengan struktur tajuk dan kerimbunan dedaunan, debu, dan abu dapat menempel pada daun, yang di saat hujan akan tercuci oleh air hujan. Dari berbagai pengamatan yang dirangkum oleh Bianpoen (1977) diketahui bahwa kumpulan pohon yang terdapat di sebidang tanah seluas 300x400 m2 mampu menurunkan konsentrasi debu di udara dari 7.000 partikel/liter menjadi 4.000 partikel/liter.
Selain itu diketahui pula bahwa antara ujung-ujung suatu jalur hijau yang memiliki panjang 5 km dengan lebar 2 km, terjadi penurunan konsentrasi debu dengan perbandingan 50:3. Dengan tajuknya yang lebat, barisan pohon mampu mengurangi kecepatan angin. Menurut Kitredge (1948), jalur hijau (shelterbelts) mampu mereduksi 20% dari kecepatan angin di tempat terbuka. Ini berarti dapat mengurangi kadar debu yang beterbangan. Yang menurut hasil pengukuran kadar debu oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (R.P. Sudarno, 1984), sejak 1978 konsentrasi debu di semua kota mengalami kenaikan.
Menyaring kotoran (debu jalanan, abu pabrik/rumah tangga). Dengan struktur tajuk dan kerimbunan dedaunan, debu, dan abu dapat menempel pada daun, yang di saat hujan akan tercuci oleh air hujan. Dari berbagai pengamatan yang dirangkum oleh Bianpoen (1977) diketahui bahwa kumpulan pohon yang terdapat di sebidang tanah seluas 300x400 m2 mampu menurunkan konsentrasi debu di udara dari 7.000 partikel/liter menjadi 4.000 partikel/liter.
Selain itu diketahui pula bahwa antara ujung-ujung suatu jalur hijau yang memiliki panjang 5 km dengan lebar 2 km, terjadi penurunan konsentrasi debu dengan perbandingan 50:3. Dengan tajuknya yang lebat, barisan pohon mampu mengurangi kecepatan angin. Menurut Kitredge (1948), jalur hijau (shelterbelts) mampu mereduksi 20% dari kecepatan angin di tempat terbuka. Ini berarti dapat mengurangi kadar debu yang beterbangan. Yang menurut hasil pengukuran kadar debu oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (R.P. Sudarno, 1984), sejak 1978 konsentrasi debu di semua kota mengalami kenaikan.
Mereduksi beberapa zat
pencemar udara. Selain CO2, peristiwa pembakaran (terutama yang berbahan
bakar minyak) juga menghasilkan limbah asap yang mengandung sulfur
dioksida (SO2). Di udara, SO2 ini akan bereaksi dengan uap air membentuk
asam sulfat (H2SO4). Bila bercampur air hujan akan menghasilkan hujan
asam yang membahayakan kesehatan kulit serta menimbulkan korosi. Dalam
hal ini tajuk pohon berfungsi menahan air hujan tersebut, yang kemudian
pada beberapa pohon yang mengeluarkan air gutasi, kandungan asamnya
dinetralkan.
Meningkatkan kenyamanan lingkungan. Pepohonan mampu membentuk mikroklimat yang sejuk, mengurangi kebisingan, mencegah silaunya sinar matahari, mengurangi bau busuk serta menyekat pemandangan yang kurang layak. Kegiatan metabolisme evapotrenspirasi tumbuhan akan menyebabkan suhu di sekitar tajuk menjadi lebih rendah dan kadar kelembapannya meningkat (diadaptasi dari Zoer'aini, 1988; (Adiningsih, 2002).
Meningkatkan kenyamanan lingkungan. Pepohonan mampu membentuk mikroklimat yang sejuk, mengurangi kebisingan, mencegah silaunya sinar matahari, mengurangi bau busuk serta menyekat pemandangan yang kurang layak. Kegiatan metabolisme evapotrenspirasi tumbuhan akan menyebabkan suhu di sekitar tajuk menjadi lebih rendah dan kadar kelembapannya meningkat (diadaptasi dari Zoer'aini, 1988; (Adiningsih, 2002).
Begitu banyak manfaat pohon bagi
kelangsungan dan kualitas hidup manusia, apakah diabaikan begitu saja?
Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bersama berupaya "menghutankan
kembali hutan" serta menghijaukan kembali kota. Masalah penghijauan
bukan menjadi urusan pemerintah semata. Masyarakat pun harus terlibat
aktif. Jangan hanya bisa mengeluh bila kotanya menjadi gersang dan
panas. Di sisi lain pemerintah harus tegas dalam memberikan sanksi
kepada perusak lingkungan. Pemerintah harus berani menegur para
pengembang yang tidak menyediakan sarana ruang terbuka hijau. Bukankah
telah ada peraturan mengenai hal ini? Di beberapa kota dan kabupaten,
ada ketentuan bahwa daerah pemukiman harus menyediakan sedikitnya 20%
dari lahannya untuk menjadi ruang terbuka hijau. Namun apakah peraturan
tersebut telah efektif berjalan?. Untuk itu agar peraturan tersebut
dapat terlaksana, pemerintah harus menjadikan dirinya sebagai lembaga
yang disegani. Pemerintah jangan memanfaatkan kekuasaannya untuk
mengeruk keuntungan pribadi dengan "menjual" lahan ruang terbuka hijau
kepada investor. Selain itu, pemerintah harus berdiri di depan (menjadi
teladan) dalam penjagaan kelestarian hutan serta pengadaan ruang terbuka
hijau. Jangan hanya sampai pada konsep dan slogan saja.
No comments:
Post a Comment